Suatu ketika tanpa terka, sapaan hangat tanpa ekspektasi, menghampiri satu jendela digital. Perbincangan ringan mengalir begitu saja. Diawali dengan tegur sapa, kemudian pertanyaan mulai menelisik seluk beluk dua insan yang terpisah jarak ribuan mil jauhnya. Rangkaian kata tertata untuk saling menemukan frekuensi lebih jernih. Hari yang berlalu menawarkan harapan, setelah redupnya cahaya dalam diri. Jemari dengan lihainya berbicara memberikan isyarat dalam ejaan akasara. Perlahan rasa turut andil dalam perbincangan. Walaupun telah terkunci rapat, ia seakan tahu persis bagaimana cara untuk meloloskan diri.
Satu kidung terlantun. Kidung lama yang menjadi damba. Lantunan mengisahkan dua manusia berbeda dimensi yang saling bertali rasa selama ribuan taun lamanya. Sebuah kidung yang dirasa sebagai udara ketenangan, setelah terlalu lama berada berjalan melalui padang tandus, tanpa kehidupan, tanpa ada cerita.
Seperti hamparan laut tak bertepi, bersama mentari yang mulai terbenam membawa damai dalam diri, dan semburat jingga di langit melukiskan indahnya panorama senja di usia yang tak lagi bocah. Menanamkan hari esok dalam untaian kalimat memikat berbalut limpahan berkat. Membiarkan masa depan sedikit demi sedikit melakukan proses, dan berkarya. Opium yang bersenyawa sedang bekerja merajut candu, dan rindu. Berkolaborasi dalam harap menua bersama. Layar terbentang terhembus angin lalu membawa perahu imaji berlayar ke negeri entah berantah.
Menatap langit malam yang mulanya berselimut sunyi, namun entah dari mana datangnya, kerlip cahaya bermunculan, tak lagi hambar. Lelap diri berteman kecup hangat, terlontar dari seberang layar ponsel. Bermimpi bersama, berjumpa pada khayalan. Kepala yang menengadah mendeskripsikan harap pada Sang Pencipta, akankah Ia turut merestui? Tekuk lutut yang terus saja beriring gumam, pada hal yang tidak dapat diprediksi dengan akal sehat manusia. Ia memiliki cara rahasia untuk mempertemukan dan juga memisahkan, maka biarkan berjalan apa adanya, dan kejutan akan selalu terselip dalam perjalanan.
Beberapa langkah yang mendekatkan kepada mimpi-mimpi yang dengan segala bentuk perjuangan, tanpa ada langkah ragu, lalu menjadi mimpi yang nyata. Namun waktu menyisipkan pertanyaan, keyakinan yang memudar, ragu yang meraja, dan sampai pada hal yang sesungguhnya terlalu cepat untuk diutarakan. Tiba pada penghujung jalan. Sebuah perpisahan untuk yang terbaik, untuk berkat yang tersisa, walau masih tertanam harapan akan sebuah keajaiban di suatu waktu.
Dimanapun terdapat sebuah rumah yang menawarkan kenyamanan dan hangatnya rasa, maka tuju akan kembali kepada tempatnya mengawali. Disitulah terletak rasa yang mampu meredakan letih dan resah. Dan bila harap tak bersambut restu, maka disitulah terdapat hati yang tulus merelakan sebuah kepergian, tanpa meminta untuk kembali.
Sebuah pertemuan manis, rasa berucap, kini semua terlalu pekat untuk dikenang. Janji-janji bersama menghilang seketika, walau luka tetap nyata.
Comments