Tercatat pukul 16.00, kota yang penuh kenyamanan ini diguyur hujan. Membahasahi dahaga kering jiwa-jiwa meronta. Mesin-mesin berlomba dalam derunya, hingga bising terdengar begitu nyaring. Manusia-manusia disibukkan dengan waktu dan mimpi-mimpi. Raga ini seakan terdiam dalam ketidakmampuan, menatap mega mendung mesin penurun hujan. Diantara dingin yang menyelimuti, terdapat pikiran yang terus mengusik ketenangan. Berputar dan enggan berhenti. Hingga pada satu titik, keakuanku menyeruak menuju bayang-bayang kenangan yang pernah menjadi mimpi. Adapun kepingan-kepingan ingatan yang seperti hantu di kala malam tiba, memaksa masuk pada satu celah di otak ini, namun enggan bersahabat. Mengapa hujan begitu bersahabat dengan ingatan-ingatan yang seharusnya tak datang? Bagiku hujan seperti mesin penenun ingatan, yang begitu dalam hingga merusak jiwa dan angan.
Senja kini menghantarkan sejumput kenangan akan kisah yang tlah lama ku pendam. Langkah kecil ini seperti tersendat dan tersandung, hingga jatuh tersungkur. Namun tak mengapa, karena kekuatan ini selalu ingin menantang matahari, hingga langit jingga membunuh keangkuhan. Meletakkan pada nirwana yang tersembunyi di bumi.
Terhunus panah tepat di dada, mematikan ingatan, mengobarkan api yang membara dalam hati, menyeruak dalam sepi pembunuh imaji. Berdiri diantara gerimis, menari dalam senandung senja. Bediskusi dengan semesta, agar selalu berada di dekapan pelangi. Ijinkan raga ini tenang diantara wewangian senja dan indahnya jingga.
コメント