Detik ini mengisyaratkan berjuta asa tertuju pada keindahan yang selalu dijanjikan oleh semesta. Berpusat oleh rasa yang memudar, dan akhirnya perlahan hilang, wala
u kembali termasuk dalam pilihan yang tertuang, namun terkadang tak kuasa menahan kesal dan sesal yang saling bersinergi menjadi satu kesatuan utuh. Benak selalu meninjau setapak demi setapak yang telah melaju cukup panjang hingga tiba pada titik raga ini berpijak, memberanikan diri untuk menghadapi keganasan rasa yang tumpang tindih. Di balik itu semua, syaraf pembentuk kognitif bereaksi pada rasional, bahwa pada dasarnya alam semesta menghimpun perbendaharaan pandangan tentang hari esok bersamaan dengan uji kesalahan percobaan, sehingga timbul pengembangan teori dan penerapan yang lebih baik.
Hari pertama di bulan Oktober 2018, berkutat pada retorika yang membuatku semakin terhanyut pada nikmatnya penuturan fragmen daya khayal melalui tulisan. Yang ku tahu pasti akan menggugah kontradiksi pemikiran. Aksara sengaja terbentuk berunsurkan ambiguitas, merangsang pemahahaman suatu makna yang bercabang seperti ranting pepohonan. Bukan tanpa sebab setiap kalimat yang meyusun di setiap paragraph, hanya saja aku ingin berterimakasih pada pilu yang enggan singgah, bahkan telah meradang dipelupuk sukma. Karenanya angan menemukan penggalan yang sempat terjeda dalam jangka waktu panjang. Walaupun diawali dengan pengejaan yang terbata, seiring dengan kantuk yang tak kunjung tiba, dan malam yang semakin larut, jemari ini tidak ingin terdiam membisu. Rasa ingin terus mengujar, menuangkan risau yang kian membungkam asa, namun tak sedikitpun gusar membelenggu.
Comments